Mabit Muslimah: “Perjalanan Penuh Hikmah, Menguji Aqidah”

Share

Jakarta – Bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj nabi Muhammad ﷺ, Mabit Muslimah di Masjid DT Jakarta kali ini mengajak para jamaah yang hadir untuk mengambil hikmah dari peristiwa luar biasa tersebut. Bersama Ustdzah Erika Suryani Dewi Lc., MA., para jamaah dikisahkan tentang peristiwa tersebut sambil memaknai hikmah dari setiap kejadian yang dialami Rasulullah saat itu.

Salah satu cara Allah menyeleksi orang yang betul-betul beriman atau tidak beriman pada masa periode da’wah Nabi Muhammad ﷺ di Mekkah dulu adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Ketika itu banyak kaum muslimin yang ragu, merasa tidak percaya, dan mempertanyakan apa yang dilalui oleh Nabi Muhammad ﷺ. Mereka yang awalnya beriman dan memeluk Islam, mereka yang awalnya dekat dengan Nabi Muhammad ﷺ, dengan adanya peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini banyak di antara mereka yang menjauhi Nabi ﷺ dan bahkan akhirnya murtad.

Padahal banyak hal gaib lainnya yang wajib juga diimani oleh umat Muslim. Seperti kehidupan setelah kematian, termasuk surga dan neraka. Adanya malaikat yang mencatat setiap perbuatan itu juga merupakan salah satu wujud keimanan pada hal yang gaib. Jika kita yakin bahwa ada malaikat yang senantiasa mencatat perbuatan kita, tentu kita akan berhati-hati dalam setiap perbuatan dan menjaga dari maksiat.

Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. Al Isra’: 1)

Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj, orang meyakini bahwa bumi itu datar dan matahari yang mengelilingi bumi. Bahwa dunia ini adalah poros dan satu-satunya sumber kehidupan, dan tidak ada alam semesta yang lain. Tetapi dengan turunnya ayat tentang peristiwa Isra’ Mi’raj menunjukkan bagaimana Allah Ta’ala ingin mengatakan kepada manusia bahwa bumi yang ditempatinya ini hanya bagian kecil dari alam semesta yang Allah ciptakan.

Dengan ayat tentang Isra’ dan Mi’raj inilah, maka banyak ilmuwan-ilmuwan muslim mulai meneliti ilmu-ilmu astronomi, ilmu-ilmu geografi, dan mulai meneliti ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pesawat terbang dan lain sebagainya. Maka tokoh-tokoh muslim ketika itu, dengan inspirasi ayat dari Isra’ Mi’raj ini meyakini dengan firman Allah itu bahwa ternyata ada alam lain, ada tempat lain, ada planet lain, ada bintang lain di muka bumi ini yang Allah ciptakan untuk kita pelajari dan kita telaah lebih jauh lagi.

Seandainya seorang Muslim memahami secara hakiki peristiwa diterimanya wahyu Shalat, pastilah tak ada seorang pun dari mereka yang meremehkan Shalat. Allah mengistimewakan dan meninggikan kedudukan syari’at ini. Karena itulah, Nabi Muhammad ﷺ menerimanya dengan cara yang berbeda, langsung berjumpa dengan Rabb-nya tanpa perantara. Wahyu ini tidak diterima di bumi melalui malaikat Jibril sebagaimana syari’at lainnya.

Hanya dalam pensyari’atan Shalat inilah Rasulullah ﷺ meminta keringanan pada Allah dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan Shalat 50 waktu dalam sehari-semalam. Tapi karena anjuran dan kasih sayang Nabi Musa alaihissalam terhadap umat Muhammad, ia menyarankan agar Nabi Muhammad meminta pengurangan. Hingga akhirnya Allah Ta’ala menjadikannya hanya 5 waktu saja.“Siapa yang menjaga Shalat lima waktu, baginya cahaya, bukti dan keselamatan pada hari Qiyamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Pada hari Qiyamat, ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” [HR. Ahmad]

(DKM DT Jakarta)

X
× Tanya Admin